Bisnis

[adat][bleft]

Wisata

[budaya][twocolumns]

hukum

[hukum][bsummary]

‎Meski Sudah Runtuh di India, Warisan Pallawa Hidup di Nusantara dalam Bentuk Suku dan Marga‎

‎Jejak peradaban kuno kerap menyisakan warisan yang tak disadari masih hidup dalam keseharian masyarakat modern. Begitu pula kisah tentang Kerajaan Pallawa, sebuah kerajaan besar di India Selatan yang pernah berjaya dari abad ke-3 hingga ke-9 Masehi. Meski kekuasaannya telah lama runtuh, namanya masih menggema dalam bentuk suku dan marga di Indonesia. Di Riau, suku Pelabi (Pelawi) di kalangan masyarakat Petalangan dipercaya sebagai salah satu pewaris nama Pallawa, sementara di Sumatera Utara, nama itu hadir lewat marga Sembiring Pelawi di kalangan masyarakat Karo.
‎Kisah keberlanjutan nama Pallawa ini mencuat kembali saat peresmian Balai Adat Suku Pelabi di Desa Dundangan, Kecamatan Pangkalan Kuras, Pelalawan, Riau. Balai Adat ini menjadi pusat musyawarah dan penyelesaian sengketa bagi anak kemenakan dalam kawasan Pebatinan Sengeri. Acara adat tersebut dihadiri sejumlah tokoh adat dan masyarakat, menandakan eksistensi suku Pelabi masih terjaga hingga kini, dengan sistem adat yang diwariskan turun-temurun sejak masa lampau.
‎Menurut Majelis Tinggi Hukum Adat Petalangan, Balai Adat ini merupakan simbol penting bagi suku Pelabi, bukan hanya sebagai ruang musyawarah, tapi juga sebagai penjaga identitas budaya. Wakil Ketua Majelis Tinggi Arifin menegaskan, tempat ini akan menjadi pusat pembahasan berbagai persoalan adat hingga urusan keagamaan, menjaga kebersamaan anak kemenakan, sekaligus meneruskan nilai-nilai warisan leluhur.
‎Menariknya, nama Pelabi yang digunakan oleh suku ini diyakini berakar dari nama Pallawa, sebagaimana di Sumatera Utara marga Pelawi yang tergabung dalam kelompok Sembiring juga berasal dari akar nama serupa. Hal ini menjadi bukti betapa kuatnya jejak peradaban Pallawa yang mampu melintasi samudra dan waktu, hingga menetap dalam tatanan masyarakat adat di Sumatera.
‎Sejarah mencatat, Kerajaan Pallawa pernah menjadi kekuatan utama di India Selatan, membangun berbagai candi dan arsitektur monumental yang hingga kini masih berdiri megah. Mereka juga dikenal sebagai penyebar aksara Pallawa, yang kelak menjadi fondasi bagi berbagai sistem aksara di Asia Tenggara, termasuk Nusantara. Aksara ini menjadi cikal bakal aksara Jawa Kuno, yang berkaitan erat dengan legenda Aji Saka.
‎Di Sumatera, khususnya Mandailing, Batak, dan Karo, aksara tradisional mereka memiliki akar keterkaitan dengan aksara Pallawa. Sistem penulisan kuno ini menyebar melalui jalur pelayaran dan perdagangan yang intens antara India Selatan dan kerajaan-kerajaan Melayu kuno di Sumatera. Para pendeta dan pedagang dari India membawa ajaran, aksara, serta tradisi budaya ke Nusantara.
‎Nama Pelabi di Riau pun diyakini bukan sekadar nama lokal, melainkan sisa jejak migrasi keturunan atau pengaruh budaya dari India Selatan yang telah berbaur dengan masyarakat Melayu setempat. Tradisi adat mereka yang kuat dan masih lestari hingga kini menjadi saksi keberlanjutan peradaban yang nyaris terlupakan itu. Peresmian Balai Adat Pelabi menjadi momen penting dalam memperkuat kembali identitas ini.
‎Dalam berbagai penelitian antropologi, keberadaan marga Pelawi di Sumatera Utara juga menunjukkan jalur migrasi dan penyebaran budaya yang sama. Marga ini terdapat di kalangan Suku Karo, tergabung dalam kelompok Sembiring, salah satu klan besar masyarakat Batak Karo. Jejaknya masih dapat ditelusuri melalui tradisi lisan dan struktur sosial adat yang terus bertahan di pedalaman Sumatera.
‎Tak hanya soal nama, aksara Pallawa yang pernah masuk ke Nusantara ikut bertransformasi menjadi aksara-aksara lokal. Aksara Mandailing dan Batak, meski telah mengalami penyesuaian fonetik dan visual, memiliki pola dasar yang diwariskan dari aksara Pallawa. Hal ini dibuktikan melalui kesamaan bentuk huruf dan sistem penulisan yang ditemukan dalam prasasti-prasasti kuno di Sumatera.
‎Legenda Nusantara seperti Aji Saka pun menyimpan unsur kisah masuknya aksara dari India. Aji Saka, dalam mitologi Jawa, adalah tokoh yang membawa peradaban aksara ke tanah Jawa, yang diduga merupakan simbolisasi penyebaran aksara Pallawa ke Nusantara. Dari Jawa, sistem aksara ini menyebar ke berbagai daerah termasuk Sumatera dan Kalimantan.
‎Jejak lain pengaruh Pallawa di Nusantara juga terlihat dari adanya berbagai istilah kuno yang berkaitan dengan India Selatan dalam nama-nama tempat, marga, dan tradisi adat. Seperti di Langkat, Sumatera Utara, nama Pelawi diabadikan menjadi nama kampung, menunjukkan keberlanjutan eksistensi kelompok ini di berbagai wilayah Indonesia.
‎Sejarawan mencatat, migrasi keturunan Pallawa ke Sumatera diperkirakan terjadi melalui jalur pelayaran dari pesisir Tamil Nadu ke Selat Malaka. Dari pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatera, seperti Barus dan Lamuri, para pedagang, ulama, dan pendeta Hindu-Buddha dari India Selatan menyebarkan kebudayaan mereka hingga ke pedalaman Sumatera.
‎Pengaruh kuat peradaban Pallawa terhadap Nusantara tidak hanya berhenti di bidang aksara dan sistem sosial, tapi juga arsitektur dan kesenian. Struktur balai-balai adat tradisional di Sumatera memiliki kemiripan dengan bentuk balai pengadilan dan pusat adat di India Selatan masa Pallawa. Hal ini terlihat dari fungsi sosial dan tata letak ruangan yang digunakan.
‎Kini, meski Kerajaan Pallawa telah lama runtuh, namanya masih hidup dalam sistem adat masyarakat di Riau dan Sumatera Utara. Balai Adat Suku Pelabi di Pelalawan menjadi salah satu bukti warisan itu tetap dipertahankan. Melalui balai ini, nilai-nilai adat, hukum tradisional, hingga tata cara musyawarah tetap dilestarikan oleh generasi penerus.
‎Begitu pula di Sumatera Utara, marga Pelawi dalam masyarakat Karo tetap memainkan peran penting dalam adat istiadat, upacara kematian, pernikahan, hingga musyawarah adat. Mereka menjadi salah satu pilar pelestari budaya Batak Karo yang memiliki akar kuat di masa lampau. Keberadaan marga ini juga menunjukkan betapa kuatnya ingatan kolektif masyarakat Sumatera terhadap asal-usul leluhur mereka.
‎Kisah ini menjadi pengingat bahwa sejarah besar tak selalu tinggal di museum atau kitab kuno. Ia hidup dalam tradisi, nama-nama suku, marga, dan bangunan adat yang masih berdiri kokoh di tengah-tengah masyarakat. Seperti Suku Pelabi dan marga Pelawi, warisan Pallawa terus melanjutkan napas peradabannya di tanah Nusantara.
‎Baca selanjutnya:
‎1. 
‎https://www.cais-soas.com/CAIS/History/ashkanian/parthian_colony.htm
‎2. https://www.riaumandiri.co/read/detail/11267/balai-adat-suku-pelabi-diresmikan.html

3. http://www.ibnuhasyim.com/2016/01/hubungan-majapahit-pallawa-dan-nabi_9.html?m=1