Bisnis

[adat][bleft]

Wisata

[budaya][twocolumns]

hukum

[hukum][bsummary]

Sionomhudon

Sejarah Negeri Sionomhudon

Negeri Sionomhudon pada abad 15-16 dikenal merupakan bagian dari Kerajaan Barus Hulu, sejak berdirinya sebuah kerajaan dengan rajanya bernama Sultan Marah Sifat. (Mengenai Barus Hulu lihat Abdul Rachmi Pasaribu, Buku Raja Uti Tokoh Spiritual Batak, Yayasan Lopian Indonesia, 1996)

Di negeri inilah Sisingamangaraja XII mendapat suaka politik dan mendirikan benteng pertahanan terakhir dan sekaligus pemerintahan in exile, kerajaan Batak melawan kekuatan kolonial Belanda.

Negeri Sionomhudon atau dalam bahasa Pakpak disebut Siennemkodin (Enam periuk) terletak di daerah pegunungan bagian barat Danau Toba membentang hingga pinggir lautan India, di barat perbatasannya adalah Barus dan Singkil.

Sekarang ini, secara administratif pemerintahan, wilayah ini terletak persis di ujung barat Humbang Hasundutan. Di bagian selatan berbatasan langsung dengan Tapanuli Tengah menyenggol perbatasan Aceh Selatan dan di timur laut dengan Kabupaten Dairi/Pakpak Barat.

Wilayah ini, dalam administrasi kolonial Belanda bernama Onderafdeling Boven Barus, Kecamatan Barus Hulu, dengan asisten Demang berkedudukan di Pakkat. (Drs Gens G Malau, Buku Lopian Boru Sinambela hal 206-217, Yayasan Taotoba Nusabudaya, Jakarta 1997)

Kerajaan Barus Hulu, dengan otoritas Sultan Marah Sifat meliputi tujuh provinsi; Negeri Rambe, Negeri Simanullang, Negeri Pusuk, Negeri Marbun, Negeri Tukka Dolok, Negeri Siambaton, Negeri Tukka Holbung Sijungkang dan Negeri Sionomhudon (Parlilitan & Tarabintang).

Sejak 1000-1300 SM, diperkirakan kerajaan ini masuk dalam kedaulatan Kerajaan Hatorusan, Bagian dari Dinasti Sorimangaraja pimpinan Raja Uti (Raja Miok-miok atau Raja Hatorusan atau Biak-biak alias Gumelleng-gelleng) yang berpusat di Sianjur Mula-mula. Kerajaan Uti ini, merupakan konfederasi kerajaan-kerajaan kecil yang membentang di seluruh tanah Batak, timur Sumatera sampai pesisir Singkil di Aceh dan daerah pesisir barat, Sumatera Utara. Ibukotanya pernah pindah-pindah, diantaranya ke Aceh (pesisir). (Parlindungan)

Kerajaan Barus (Hilir), di tahun 200 SM, merupakan daerah terpenting kerajaan Hatorusan dengan kunjungan orang-orang Arab pra-Islam Funisia dan Mesir serta armada Fir'aun untuk membeli beberapa komoditas, menurut Ptolomeus. Orang India menyebut Barus dengan "Warusaka". Bangsa Yunani dan Cina juga imigran di daerah ini. (Abdul Hadi W. M. Buku Hamzah Fansuri: Risalah Tasawuf dan Puisi-puisinya, Mizan 1995)

Dua daerah; Fansur dan Lobutua adalah primadona para imigran ke kerajaan Barus. Islam mulai menjadi agama di pesisir. Sulaiman, seorang pedagang Arab, pada tahun 851 M melaporkan, adanya pertambangan emas dan perkebunan kapur barus di daerah ini (Ferrand 36). Mereka tidak membedakan Barus dengan Kerajaan Barus Hulu, karena kedua pertambangan emas dan perkebunan kapur barus hanya ada di Barus Hulu.

Pada Abad 10-12, Kerajaan Hatorusan diserang oleh balatentara Sriwijaya. Raja Utipun kehilangan kontrol terhadap kerajaan-kerajaan kecilnya. Diperkirakan Barus Hilir dan Hulu takluk.

Setelah Sriwijaya berhasil diusir, kerajaan-kerajaan Barus Hulu dan Hilir kemudian membangun daerahnya. Kontrol Hatorusan melemah. Begitu juga terhadap Singkil dan beberapa kerajaan di pesisir barat.

Abad 14, gelombang pasukan Majapahit pimpinan perdana menteri Gajah Mada melakukan ekspansi melalui timur Sumatera. Beberapa wilayah Batak pernah dikuasai sampai Sionomhudon. Pergerakan mereka ke barat terhenti karena mereka berhasil dihalau keluar tanah Batak. Namun begitu kerajaan Majapahit tetap melakukan hubungan dagang dengan Barus. Elemen Majapahit, yang tidak menyempatkan diri kembali ke pulau Jawa, mendirikan komunitas di Dairi.

Sumber-sumber sejarah dinasti Ming di Cina menyatakan bahwa pada tahun 1418 sebuah rombongan utusan Kerajaan Majapahit menemui raja Barus disertai orang-orang Cina yang telah tinggal lama di situ (Krom 144).

Kerajaan Pagarruyung pernah berkeinginan menaklukkan Barus pada abad 15. Namun pada abad 16, salah satu cabang keturunan Raja Uti, Sultan Ibrahimsyah Pasaribu berhasil membangun kekuatan Barus yang lebih kuat dan disegani. Sebuah kerajaan yang terpisah dari Kerajaan Uti yang tinggal sisa-sisanya di Tanah Batak pedalaman. Namun dia memakai nama Kerajaan Hatorusan, mengikut kepada nama kerajaan nenek moyangnya, sebagai nama kerajaannya di Barus tersebut.

Dinasti Sorimangaraja diketahui akhirnya dikudeta oleh marga Manullang. Kedaulatan kerajaan Batak akhirnya ditransfer ke Raja Mahkota alias Manghuntal yang menjadi pendiri Dinasti Sisingamangaraja. Dia mantan panglima Kerajaan Hatorusan yang berhasil menumpas para pemberontok di pedalaman Tano Batak. Dinasti SM Raja berpusat di Bakkara.

Pada zaman inilah, abad-16, diketahui bahwa di Barus Hulu telah berdiri lama kerajaan tersendiri dengan raja Sultan Marah Sifat. Diperkirakan kerajaan ini juga pecahan dari Hatorusan. Sultan Pasaribu, penguasa Hatorusan versi baru, mengultimatum Barus Hulu. Kerajaan Barus Hulu kemudian tunduk ke kerajaan Barus Raya pimpinan Sultan Ibrahimsyah Pasaribu.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan ekonomi juga sampai ke Kerajaan Barus Hulu. Para pedagang dan sudagar dari Negeri Rambe, Sionomhudon dan lain sebagainya aktif terlibat dalam perputaran ekonomi di kawasan ini.

Akibatnya, pada abad ke-17, komunitas-komunitas kecil muslim terbentuk di pedalaman Batak di kerajaan Barus Hulu. Mereka ini adalah para pedagang dan saudagar antar huta yang tertarik untuk masuk Islam di Barus; pusat ekonomi saat itu.

Komunitas muslim pedagang dari marga Sihotang misalnya banyak dijumpai di huta Siranggason, Tolping, Siantar Dairi dan lain sebagainya. Begitu juga dengan Hasugian, Malau, Nahampun dan Naipospos di Napa Horsik dan Napa Singkam.

Marga Simbolon, banyak bermukim di Tarabintang, Laetoras dan beberapa kelompok lagi di Hutambasang. Di Hutambasang sendiri kebanyakan muslimnya adalah dari marga Manalu.

Mungkur, Meha dan Sitohang merupakan marga-marga yang mendirikan mesjid pertama di Parlilitan. Sementara itu di Negeri Rambe, komunitas muslim berasal dari pedagang marga Simamora, Marbun, Pasaribu, Sigalingging, Purba dan lain sebagainya.

Dalam setiap pesta dan festival, posisi komunitas Muslim tersebut sangat dihormati. Mereka akan disediakan tempat khusus dan koki dari komunitasnya sendiri dalam perjamuan pesta. Mereka akan disebut komunitas Parsulam atau Parsolam dalam pesta tersebut. Tapi secara umum, dalam kegiatan sehari-hari mereka tidak berbeda dengan mayoritas masyarakat di situ yang Parmalim.

Sultan Ibrahimsyah Pasaribu adalah legenda Sultan Batak. Dia seorang alim, penyebar agama Islam dan tokoh pembaru politik dan pemikiran agama. Syeikh Hamzah Fansuri dan muridnya Syamsuddin al-Sumatrani, dua orang tokoh yang sangat berpengaruh dalam tasawuf yang juga disinyalir memberi warga kepada agama lokal dan sinkretisme Parmalim, hidup di zaman ini.

Awal Abad 17, Aceh melakukan ekspansi. Sultan Ibrahimsyah gugur membela negerinya. Kerajaan Barus akhirnya dipegang oleh Sultan Yusuf Pasaribu dan setelah meninggal digantikan Sultan Hidayat Pasaribu dan beberapa keturunanya.

Kerajaan Hatorusan baru ini, merupakan aliansi SM Raja XII dalam menghadapi kekuatan kolonial. Beberapakali surat-menyurat serta negosiasi dilakukan untuk mengatur strategi pertahanan. Setelah tewasnya SM Raja XII pada tahun 1907, rakyat Barus Hulu dan Hilir masih terus melakukan perlawanan kepada Belanda walau dalam jumah kecil sampai tahun 1920.

Barus Hulu, sepeninggalan Sultan Marah Sifat digantikan oleh anaknya Sultan Maharaja Bongsu dan keturunannya, akhirnya takluk ke Belanda dan menjadi Onderafdeling Boven Barus berpusat di Pakkat. Hanya saja beberapa provinsinya belum seluruhnya takluk.

Ketika SM Raja XII mengambil suaka politik di Pearaja, Negeri Sionomhudon, provinsi Barus Hulu, turut bersamanya sekitar 800 orang yang sebagian besar terdiri dari pasukan khusus pengawal raja bantuan dari kerajaan Aceh. Pearaja menjadi basis pemerintahan in exile Kerajaan Batak selama 17 tahun sebelum akhirnya takluk juga.

Negeri Sionomhudon di Barus Hulu sejak dahulu merupakan negeri yang kaya raya terkenal dengan tambang emasnya. Diperkirakan masih terdapat bahan galian lain yang belum diteliti. Hutannya menghasilkan kapur barus, damar, terpentin dan lain sebagainya. Perkebunan di sana juga menghasikan kulit manis, raru, komponen ramuan medis dan minyak nilam sebagai bahan utama pembuatan parfum.

Sionomhudon dikuasai oleh keturunan parna dengan enam kelompok marga; Tinambunan, Tumangger, Maharaja, Turuten dan Pinayung serta Nahampun. Namun secara umum orang-orang Dairi ini tidak ingin disebut orang Batak. Karena mereka mempunyai nenek moyang sendiri, bukan Raja Batak tetapi Mpu Bada orang Majapahit. Mpu kadang disebut Empu atau Ompu).

Negeri Sionomhudon sejak dahulu masuk dalam wilayah Dairi; Tano Dairi. Penduduknya menyebut diri suku Pakpak. Mereka dan warga Barus Hulu yang lain kebanyakan menjadi pedagang trans Tano Batak. menghubungkan Lobu Tua, pusat perdagangan komoditas laut dengan wilayah pusat kerajaan Batak. (By. J Marbun)

Selanjutnya

Mau Belajar Aksara Batak?? Klik Di sini