Bisnis

[adat][bleft]

Wisata

[budaya][twocolumns]

hukum

[hukum][bsummary]

I-22 Sikatan, Harapan Baru Industri Pesawat Tempur Nasional


Pengembangan pesawat tempur I-22 Sikatan menjadi salah satu langkah monumental Indonesia dalam upaya membangun kemandirian teknologi militer. Pesawat tempur generasi 4,5 ini terus dikembangkan oleh Infoglobal bekerja sama dengan berbagai universitas dan lembaga riset nasional. Dalam ajang Indo Defence Expo & Forum 2025, I-22 Sikatan demonstrator kembali dipamerkan, menandai tonggak penting perkembangan teknologi aviasi tempur dalam negeri.

Infoglobal menyebut bahwa program ini bukan hanya soal membangun pesawat, melainkan juga membangun ekosistem industri pertahanan yang mandiri. Direktur Utama Infoglobal, Adi Sasongko, menegaskan pentingnya kolaborasi antara industri, pemerintah, dan akademisi untuk mewujudkan pesawat tempur nasional yang mampu bersaing di tingkat global.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan keterbatasan anggaran, peluang paling realistis dalam waktu dekat adalah memulai produksi I-22 Sikatan dalam bentuk miniatur skala kecil atau versi drone. Versi drone tempur ini bisa menjadi uji coba kemampuan avionik, aerodinamika, dan sistem senjata tanpa risiko besar.

Pengembangan drone berbasis desain I-22 Sikatan memungkinkan Indonesia masuk ke pasar drone tempur regional yang kini sedang tumbuh pesat. Banyak negara di Asia Tenggara mulai mempertimbangkan opsi UAV tempur untuk patroli udara hingga operasi serangan presisi.

Selain itu, versi miniatur bisa digunakan sebagai media riset dan pelatihan bagi teknisi serta pilot, sekaligus mengenalkan generasi muda kepada teknologi pertahanan canggih buatan Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi basis pengembangan menuju pesawat skala penuh.

I-22 Sikatan demonstrator yang dipamerkan telah memperlihatkan kemajuan dalam avionik. Dengan sistem fly-by-wire dan panoramic display berukuran 25 inci, pesawat ini menunjukkan standar modern yang sejalan dengan tren jet tempur global saat ini.

Fitur unggulan lain dari I-22 Sikatan adalah Helmet Mounted Display System (HMDS), yang memungkinkan data penerbangan diproyeksikan langsung ke retina pilot. Sistem ini meningkatkan situational awareness pilot dalam berbagai kondisi pertempuran.

Jika proyek ini terus didukung secara konsisten, bukan mustahil Indonesia memiliki jet tempur hasil desain dan produksi mandiri, yang bisa menyaingi pesawat tempur seperti Gripen atau KF-21 di masa depan.

Namun, tantangan utamanya adalah kesinambungan pendanaan, transfer teknologi, dan kerjasama strategis dengan negara-negara yang bersedia berbagi teknologi kritikal. Untuk itu, Infoglobal terus menjalin komunikasi dengan mitra asing potensial.

Skenario lain yang masuk akal adalah pengembangan I-22 Sikatan versi light attack aircraft atau pesawat serang ringan, yang dapat digunakan untuk operasi udara ke darat, patroli perbatasan, dan misi anti-insurgensi.

Pesawat dengan konfigurasi tersebut lebih hemat biaya produksi, operasional, serta perawatan, dan sangat cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan kebutuhan operasi di wilayah terpencil.

Versi ini juga dapat diekspor ke negara-negara sahabat di Asia Tenggara dan Afrika yang memiliki kebutuhan sejenis namun dengan anggaran terbatas. Potensi pasar ekspor untuk pesawat light attack cukup terbuka, mengingat banyak negara mengurangi ketergantungan pada pesawat tempur mahal buatan Barat.

Di sisi lain, pengembangan varian tanpa awak alias drone combat version dari I-22 Sikatan menjadi opsi strategis jangka menengah. Selain lebih murah, drone juga lebih fleksibel dalam berbagai skenario peperangan modern.

Jika proyek I-22 Sikatan bisa menghasilkan drone tempur, Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara pengembang UCAV seperti Turki dengan Bayraktar TB-2 dan ANKA, atau Iran dengan Mohajer dan Shahed.

Kehadiran drone tempur berbasis I-22 Sikatan bisa menjadi solusi kekuatan udara di wilayah konflik terbatas seperti perbatasan, perairan strategis, atau wilayah rawan infiltrasi tanpa mempertaruhkan nyawa pilot.

Salah satu prioritas adalah membangun sistem avionik modular yang bisa diaplikasikan di berbagai platform, baik pesawat tempur, drone, maupun pesawat patroli maritim. Ini akan memudahkan integrasi dan efisiensi produksi nasional.

Dalam lima tahun ke depan, versi mock-up skala penuh diharapkan sudah bisa terbang dalam uji coba terbatas. Jika dukungan pemerintah dan industri tetap konsisten, Indonesia punya peluang menciptakan fighter lokal pertama.

Lebih dari sekadar pesawat, I-22 Sikatan bisa menjadi simbol kebangkitan kemandirian teknologi bangsa dan bukti bahwa Indonesia bisa berdiri sejajar dengan negara-negara pengembang alutsista modern.

Langkah berikutnya adalah mendorong keterlibatan perguruan tinggi teknik dan politeknik untuk menghasilkan SDM unggul di bidang aeronautika militer. Kolaborasi dengan Lapan, BPPT, dan PT Dirgantara Indonesia perlu diperkuat.

Jika roadmap pengembangan jangka panjang ini berjalan mulus, dalam dua dekade mendatang Indonesia tidak hanya mampu memproduksi pesawat tempur sendiri, tapi juga masuk ke pasar ekspor pesawat militer kelas menengah di Asia dan Afrika.